Minggu, 02 November 2008

Ulang Tahun

Memaknai Ulang Tahun

Paling tidak ada dua even yang umumya selalu dicatat, diingat, dikenang dan dirayakan oleh seorang anak manusia. Pertama, hari kelahiran dan kedua hari bahagia pada saat melangsungkan upacara pernikahan.

Tidak ada buruknya, sejenak kita memikirkan ulang arti hari-hari tersebut, khususnya hari kelahiran. Pesta hari kelahiran—yang biasanya disebut pesta ulang tahun atau Happy birthday atau ada yang menyebutkan milad, seringkali tidak hanya sekedar dikenang dan dirayakan bahkan sudah ”dituhankan” dalam kehidupan seorang anak manusia di dunia ini. Hari ulang tahun selalu (jika tidak boleh dibilang wajib) dirayakan—dipestakan bahkan ada yang rela mengeluarkan dana milyaran rupiah, misalnya hanya untuk sekedar merayakan pesta hari ulang tahun ke 17 ”Seventeen”.

Ibu saya, selalu menyiapkan tumpengan ngampirné neton tatkala tiba hari kelahiran anak-anaknya. Artinya mengadakan selamatan dengan mengundang tetangga—dimintai bantuan mendoakan agar anaknya diberi oleh Allah rezeki yang melimpah dan barokah, dimudahkan dalam segala urusan, diridhoi dalam perjalanan hidupnya dan dijadikan orang yang bernasib baik. Tak mau ketinggalan, para remaja pun sering merasa harus mentraktir sahabat-sahabatnya—walau hanya satu porsi bakso dan air teh panas untuk menandai bahwa hari tersebut adalah hari ulang tahunnya. Pada tataran kegiatan positif tentu tidak ada salahnya. Namun kalau sudah berlebihan sampai mengeluarkan milyaran atau bahkan merayakannya dengan kegiatan negatif, tentu suatu yang harus dihindari, di samping pemborosan juga perbuatan sia-sia dan tanpa makna.

Entahlah mereka memaknai ulang tahun seperti apa. Umur kita terus bertambah, tentu perlu disyukurinya—dengan tambahnya umur tentu telah banyak nikmat yang Allah berikan dan juga telah kita nikmati. Sangat pantaslah kalau disyukuri. Namun, di samping umur yang selalu bertambah, ingatlah usia kita berkurang satu tahun demi satu tahun, pada gilirannya sampailah pada masa dimana kontrak hidup kita dengan Allah telah habis.

Apa mereka lupa akan makna hari ulang tahun ataukah mereka terlalu senang dengan hari tersebut? apa sebenarnya yang ada di benak mereka?. Hari ulang tahun yang tak lain adalah berkurangnya kontrak hidup kita kepada Sang Khaliq dan pemilik jiwa-raga ini. Seiring dengan bertambahnya umur, kenikmatan hidup oleh Allah dikurangi tahap demi tahap. Rambut memutih—beruban, pandangan kabur, pendengaran berkurang, gigi tanggal, badan pegal-pegal, tangan—kaki kesemutan, amnesia atau pelupa dan sebagainya. Itu semuanya harus ditangkap dan dimaknai sebagai peringatan dari Sang Pencipta, bahwa kita harus segera—jika tidak boleh disebut sudah terlambat—menyiapkan bekal perjalanan yang amat panjang dan melelahkan. Orang yang menghadap Sang Pencipta tanpa bekal, laksana seorang pelaut yang berlayar tanpa membawa bekal kesulitan, kesusahan dan penderitaan selama berlayar sudah dapat dipastikan akan dijalaninya, namun kebahagiaan yang diharapkan masih belum jelas rimbanya. Kebanyakan manusia sibuk menyiapkan bekal di hari tuanya, namun dia lupa menyiapkan bekal menghadap Sang Khaliq. Padahal dia menyadari—melihat realita banyak orang yang belum sampai umur tua sudah dipanggil Sang Khaliq, bahkan kalau ditanya apakah esok kita masih bisa menghirup udara segar seperti sekarang ini. Jawabnya pasti tidak tahu. Wallohu a’lam bishowab.

Banyak orang yang sebenarnya tau dan paham makna hari tersebut, tapi karena kenikmatan dunia yang memukaunya, maka lupalah kalau sebenarnya dia hanya mampir ngombe (minum sejenak) meminjam istilah orang Jawa. Dunia ini hanya tempat transit bukan terminal akhir, artinya dunia ini bukan tujuan tetapi fasilitas atau sarana menuju yang abadi.

Pertanyaan mendasar yang kita ajukan, apakah kita sudah mempersiapkannya? Kalau sudah seberapa intensif dan seberapa banyak yang telah dipersiapkan? sebagian orang sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari, mereka tidak ingin tertinggal dengan kereta maut dan tidak ingin menyesal di kemudian hari dimana pada saat itu tidak ada lagi kesempatan untuk remidi. Harus dimaknai adanya ulang tahun menjadikan kita semakin sering diingatkan dengan kematian. Dengan adanya ulang tahun berarti Sang Khaliq masih memberi kesempatan sampai detik ini, tapi sudahkah kita memamfaatkannya?, sudahkah memberikan yang terbaik?, dan sederet oratorik yang lain.

Jikalau sendainya diberi umur panjang, tentulah harus diisi dengan hal-hal yang positif, bukan malah sebaliknya. Apalah arti umur panjang kalau tidak barokah. Apalah artinya umur panjang yang penuh dengan noda, maksiat, kejahatan dan dosa-dosa yang lain.

Ingatlah—kamu boleh melakukan apa saja, tapi kamu pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatanmu, cintailah apa saja—tapi ingatlah kamu pasti akan berpisah dengannya. Dunia ini tempat menanam bukan memetik, maka tanamlah kebajikan sebanyak mungkin, jangan sekali-kali menyakiti orang lain—rugilah hidup yang singkat ini kalau hanya untuk menyakiti orang lain.

Tergolong yang manakah kita? Jawabnya ada di benak kita masing-masing. Apakah kita termasuk yang sudah mempersiapkan untuk hidup kelak?, atau termasuk orang yang berlayar tetapi tanpa bekal?. Senyampang masih ada kesempatan, tentu semuanya terpulang kepada diri kita masing, Allah telah mengingatkan ”Apakah kamu tidak berpikir”.

Tidak ada komentar: