Kamis, 27 November 2008

Keteladanan

Perlunya Keteladanan

Dari segi fisik binatang lebih kuat dibandingkan dengan manusia. Beberapa saat setelah dilahirkan oleh Sang Induknya binatang sudah berjalan dan mencari makanan mengikuti instingnya. Sedangkan kita, dilahirkan ke dunia dalam kondisi lemah, tidak berdaya, membutuhkan orang lain untuk melayani segala keperluan dan tidak mengerti apa-apa.

Siapapun, tidak lahir sebagai tokoh atau orang-orang besar lainnya. Semua berangkat dari ketidaktahuan. Semua berawal dari tidak mengerti apa-apa. Allah Swt menegaskan dalam Al-Qur’an, yang artinya, "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (QS. 16: 78).

Dengan pendengaran, penglihatan dan hati itulah, kemudian manusia belajar menjadi lebih sempurna. Disinilah proses imitasi terjadi pada diri anak. Binatang pun belajar dengan cara melihat, kemudian mengikutinya. Kenyataan-kenyataan di atas, menjelaskan dengan sangat tegas akan pentingnya keteladanan dalam hidup. Pihak yang dijadikan teladan yang akan ditiru sudah selayaknya selalu tampil menjadi teladan yang baik.

Keteladanan adalah tanggung jawab bagi kesinambungan generasi demi generasi. Itulah yang kita maknai dari penjelasan Rasulullah, mengapa setiap bayi tergantung orang tuanya. Orang tuanya yang menjadikan bayi itu Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi. Karena bayi itu lahir dalam keadaan suci. Meminjam istilah Jhon Locke ”Tabularasa”, bayi itu dilahirkan bagaikan papan kosong. Ia akan meniru dan belajar apa yang ditanamkan kedua orang tuanya atau lingkungannya.

Keteladanan tidak berhenti pada areal tanggung jawab orang tua kepada anak. Dalam hubungan atasan—bawahan, guru—murid keteladanan adalah sebuah keharusan. Maka seorang pemimpin harus menjadi teladan bagi pengikutnya. Seorang atasan harus menjadi teladan bagi seluruh bawahannya. Seorang guru harus menjadi teladan bagi sisswanya. Demikian seterusnya.

Keteladanan mengajarkan banyak hal tanpa banyak bicara. Perbuatan jauh lebih memberi arti dan pengaruh daripada kata-kata. Perilaku lebih berkesan daripada bahasa lisan. Dengan contoh orang dengan mudah mengikuti dan meniru secara benar. Keteladanan, terlebih sangat diperlukan dalam saat-saat yang sulit. Ketika segala sesuatu tidak berjalan dengan semestinya. Seperti apa yang dialami Rasulullah Saw, pada masa terjadinya perjanjian Hudaibiyah. Kondisi saat itu betul-betul menegangkan. Bagaimana tidak, Rasulullah dan orang-orang mukmin yang hendak umrah dengan telah membawa binatang untuk disembelih, ternyata dihalang-halangi orang-orang Quraisy. Maka, ketika perjanjian Hudaibiyah selesai ditanda-tangani, nyaris saja para sahabat tidak mau menyembelih binatang-binatang itu. Tapi, begitu mereka melihat Rasulullah menyembelihnya, mereka seketika turut mengikuti.

Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang pertama memberi contoh perilaku yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahala kebaikannya dan mendapatkan pahala orang-orang yang meniru perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa saja yang pertama memberi contoh perilaku yang jelek dalam Islam, maka ia mendapatkan dosa orang-orang yang meniru perbuatannya tanpa dikurangi sedikitpun." (HR. Muslim).

Hadits tersebut memberi arti lain dari sebuah keteladanan. Keteladanan sama dengan investasi jangka panjang yang sangat penting. Memberi teladan yang baik, sama artinya menabung untuk hari esok di akhirat dengan tabungan yang tanpa batas. Selama orang lain masih mengikuti contoh yang telah diberikan, maka selama itu orang yang memberi contoh tersebut mendapatkan balasan kebaikannya. Bahkan, seluruh kebaikan yang kita lakukan, tidak lain adalah tabungan yang kita simpan di sisi Allah, yang akan dikembalikan secara utuh. Allah swt berfirman artinya, "Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapatkan pahalanya di sisi Allah." (QS. 2: 110).

Sekarang terserah kita, bagaimana memulai menjadi teladan yang baik, dalam lingkup apapun. Segalanya harus dimulai dari diri sendiri. Banyak cara untuk bisa menjadi teladan. Tetapi menjadi teladan, tidak sama dengan ingin menjadi segala-galanya. Menjadi teladan, artinya seseorang berusaha untuk memberikan contoh yang baik, dalam berbagai sisi kehidupan. Dengan tetap menjaga kehormatan diri tanpa menyombongkan dan merendahkan diri. Teladan yang baik, tidak akan pernah bosan untuk membaca dan mengaca ke dalam dirinya sendiri. Bercermin pada hati nuraninya, sebagai cermin yang paling jujur serta memohon ridha dan taufik kepada Allah swt.

Tidak ada komentar: