Minggu, 02 November 2008

Idhul Fitri

SALING MEMAAFKAN DI IDUL FITRI

Lebaran akan segera tiba, kesibukan di sana-sini mulai kentara. Lebaran sudah menjadi tradisi dan budaya di negeri ini. Tak tahu pasti, sejak kapan tradisi dan budaya itu berlangsung. Yang jelas, lebaran sudah menjadi bagian dari dinamika kehidupan masyarakat, lengkap dengan segala romantisme dan asesorisnya, khususnya di kalangan umat Islam. Ada sebagian masyarakat berkeyakinan bahwa istilah tersebut berasal dari bahasa Jawa; dari kata dasar “lebar” yang artinya selesai. Kata lebar, kemudian mendapatkan akhiran -an untuk menandai adanya sebuah aktivitas budaya.

Aktivitas budaya ini dihiasi saling memaafkan dan mengucapkan kata maaf. Memaafkan dan mengucapkan kata maaf adalah hal yang mudah. Namun tidak semua orang dapat mengucapkannya dengan ringan dan ikhlas. Apalagi yang susah dilakukan adalah menerima kesalahan orang lain yang melukai hati kita dan lebih-lebih mengakui kesalahan sendiri.

Sebenarnya lebih penting dari itu semua, bukan bagaimana kita berani meminta maaf dan atau dengan iklhas memaafkannya, tetapi bagaimana agar kesalahan, kekhilafan atau dosa serupa tidak terulang di masa mendatang. Apalah artinya kata maaf yang kita ucapkan di hari yang fitri ini, kalu esok hari atau di hari yang lain hal serupa kita ulangi lagi. Katanya orang taubatan nashuha itu penting sekali bukan hanya kapok lombok, artinya hanya jera sesaat setelah itu diulangi lagi.

Dari sisi spiritual, lebaran sebenarnya mengandung dua kekuatan komunikasi. Pertama, komunikasi secara vertikal sebagai bentuk kepasrahan dan penyerahan diri secara total kepada Sang Pencipta melalui laku ibadah puasa sebulan lamanya. Kedua, komunikasi secara horizontal sebagai wujud pernyataan sikap sosial dan kemanusiaan terhadap sesamanya. Tak berlebihan jika banyak orang yang rela bersusah-payah melakukan mudik dengan menempuh perjalanan yang jauh dan merepotkan. Ada semacam “kewajiban moral” bagi pemudik untuk bertemu dengan orang tua dan sanak-saudaranya di kampung setelah hampir setahun lamanya mereka tak bisa bertemu dan bersilaturahmi dalam suasana lebaran yang khas.

Sembah sungkem, bersalaman baik secara langsung maupun lewat sms kepada kerabat dan teman. lalu hari ini, berharap semua kesalahan bisa termaafkan dan memaafkan..hmm sekali lagi, bukan hal yang mudah rupanya. tidak hanya dengan sekali salaman lalu semuanya bisa hilang bukan? tidak hanya dengan sekali maaf lalu semuanya bisa terburai begitu saja. diperlukan kerelaan diri, diperlukan hati yang terbuka untuk menerima dan mengakui.

moment idul fitri ini dipergunakan untuk kembali introspeksi diri. saya bertanya pada diri sendiri, taburan apa yang sudah saya persembahkan pada orang lain. berharap taburan yang membuat bunga mekar telah disebarkan. lalu berharap diri bisa menerima bahwa tak setiap benih yang ditebar dapat mekar seperti yang diinginkan. lalu berharap semoga selalu diberi kerendahan hati untuk menoleh dan menyadari segala kelemahan dan kekurangsempurnaan diri.

ya rabb...maafkan daku yang tidak sempurna ini....

taqobbalallohu minna wa minkum taqobbalallohu yaa kariim. Minal aidina wal fa-izin.

Semoga kita semua tergolong mereka yang kembali ke fitrah dan berhasil dalam latihan menahan diri. Amien

Tidak ada komentar: