Selasa, 30 Desember 2008

Penyusunan KTSP


“terkunci Matinya” Hati

“terkunci Matinya” Hati


Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. (QS: 2: 6-7).

Cintailah apa saja yang ada di dunia ini, tapi ingat kamu pasti akan berpisah dengannya. Berbuatlah sekehendak hatimu ingatlah setiap perbuatan pasti harus dipertanggungjawabkan kepada Sang Maha Adil.

Banyak orang tertawa tanpa menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan sang kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin bagaikan mesin agama. Dingin, kering, hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri. Agama hanya di bibir; hanya menjadi omongan dan bukan diwujudkan dalam realitas hidup.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan malam yang dihiasi rintih istighfar, kecupak air wudlu di dinginnya malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang. Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa.

Abu Bakar Asshiddiq Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya Allah, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidak tahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada pekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal banyak dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal.

Mereka telah menukar kerja dengan kata. Dimana kau letakkan dirimu? Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa. Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat maksiat menggodamu dan engkau menk’matinya? Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaat pun kau kerjakan.

Usia berkurang banyak tanpa diikuti jenjang kedewasaan ruhani yang meninggi. Rasa malu kepada Allah, dimana kau kubur dia? Di luar sana rasa malu tak punya harga lagi. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1.500 responden usia SMP—SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separuhnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan.

Mungkin engkau mulai berfikir: Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kau perlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh. Betapa jamaknya dosa kecil itu dalam hatimu. Kemana getaran gelisah dan terluka hatimu.

Jika Allah melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apakah tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat?" Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama di tempat suci, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada Allah disana?

Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga di depan ribuan massa. Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki.

Siapa yang mau menghormati "kyai" yang membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia kencani di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, Allah waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah? Siapa yang akan memandang seorang dai berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua?"

Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama? Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas dakwahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir?

Bila demikian, orang macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa westernnya. Saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku". Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri atau tidak. (diedit dari K.H. Rahmat 'Abdullah)

Kamis, 27 November 2008

Keteladanan

Perlunya Keteladanan

Dari segi fisik binatang lebih kuat dibandingkan dengan manusia. Beberapa saat setelah dilahirkan oleh Sang Induknya binatang sudah berjalan dan mencari makanan mengikuti instingnya. Sedangkan kita, dilahirkan ke dunia dalam kondisi lemah, tidak berdaya, membutuhkan orang lain untuk melayani segala keperluan dan tidak mengerti apa-apa.

Siapapun, tidak lahir sebagai tokoh atau orang-orang besar lainnya. Semua berangkat dari ketidaktahuan. Semua berawal dari tidak mengerti apa-apa. Allah Swt menegaskan dalam Al-Qur’an, yang artinya, "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (QS. 16: 78).

Dengan pendengaran, penglihatan dan hati itulah, kemudian manusia belajar menjadi lebih sempurna. Disinilah proses imitasi terjadi pada diri anak. Binatang pun belajar dengan cara melihat, kemudian mengikutinya. Kenyataan-kenyataan di atas, menjelaskan dengan sangat tegas akan pentingnya keteladanan dalam hidup. Pihak yang dijadikan teladan yang akan ditiru sudah selayaknya selalu tampil menjadi teladan yang baik.

Keteladanan adalah tanggung jawab bagi kesinambungan generasi demi generasi. Itulah yang kita maknai dari penjelasan Rasulullah, mengapa setiap bayi tergantung orang tuanya. Orang tuanya yang menjadikan bayi itu Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi. Karena bayi itu lahir dalam keadaan suci. Meminjam istilah Jhon Locke ”Tabularasa”, bayi itu dilahirkan bagaikan papan kosong. Ia akan meniru dan belajar apa yang ditanamkan kedua orang tuanya atau lingkungannya.

Keteladanan tidak berhenti pada areal tanggung jawab orang tua kepada anak. Dalam hubungan atasan—bawahan, guru—murid keteladanan adalah sebuah keharusan. Maka seorang pemimpin harus menjadi teladan bagi pengikutnya. Seorang atasan harus menjadi teladan bagi seluruh bawahannya. Seorang guru harus menjadi teladan bagi sisswanya. Demikian seterusnya.

Keteladanan mengajarkan banyak hal tanpa banyak bicara. Perbuatan jauh lebih memberi arti dan pengaruh daripada kata-kata. Perilaku lebih berkesan daripada bahasa lisan. Dengan contoh orang dengan mudah mengikuti dan meniru secara benar. Keteladanan, terlebih sangat diperlukan dalam saat-saat yang sulit. Ketika segala sesuatu tidak berjalan dengan semestinya. Seperti apa yang dialami Rasulullah Saw, pada masa terjadinya perjanjian Hudaibiyah. Kondisi saat itu betul-betul menegangkan. Bagaimana tidak, Rasulullah dan orang-orang mukmin yang hendak umrah dengan telah membawa binatang untuk disembelih, ternyata dihalang-halangi orang-orang Quraisy. Maka, ketika perjanjian Hudaibiyah selesai ditanda-tangani, nyaris saja para sahabat tidak mau menyembelih binatang-binatang itu. Tapi, begitu mereka melihat Rasulullah menyembelihnya, mereka seketika turut mengikuti.

Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang pertama memberi contoh perilaku yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahala kebaikannya dan mendapatkan pahala orang-orang yang meniru perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa saja yang pertama memberi contoh perilaku yang jelek dalam Islam, maka ia mendapatkan dosa orang-orang yang meniru perbuatannya tanpa dikurangi sedikitpun." (HR. Muslim).

Hadits tersebut memberi arti lain dari sebuah keteladanan. Keteladanan sama dengan investasi jangka panjang yang sangat penting. Memberi teladan yang baik, sama artinya menabung untuk hari esok di akhirat dengan tabungan yang tanpa batas. Selama orang lain masih mengikuti contoh yang telah diberikan, maka selama itu orang yang memberi contoh tersebut mendapatkan balasan kebaikannya. Bahkan, seluruh kebaikan yang kita lakukan, tidak lain adalah tabungan yang kita simpan di sisi Allah, yang akan dikembalikan secara utuh. Allah swt berfirman artinya, "Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapatkan pahalanya di sisi Allah." (QS. 2: 110).

Sekarang terserah kita, bagaimana memulai menjadi teladan yang baik, dalam lingkup apapun. Segalanya harus dimulai dari diri sendiri. Banyak cara untuk bisa menjadi teladan. Tetapi menjadi teladan, tidak sama dengan ingin menjadi segala-galanya. Menjadi teladan, artinya seseorang berusaha untuk memberikan contoh yang baik, dalam berbagai sisi kehidupan. Dengan tetap menjaga kehormatan diri tanpa menyombongkan dan merendahkan diri. Teladan yang baik, tidak akan pernah bosan untuk membaca dan mengaca ke dalam dirinya sendiri. Bercermin pada hati nuraninya, sebagai cermin yang paling jujur serta memohon ridha dan taufik kepada Allah swt.

Rabu, 19 November 2008

Kepemimpinan di Sekolah

Seorang Leader di sekolah atau langsung saja sebut Kepala Sekolah (KS) harus memiliki kompetensi (1) kepribadian, (2) manajerial, (3) kewirausahaan, (4) supervise dan (5) social.

Sebagai Leader yang berkepribadian seorang KS seharusnya (1) berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah, (2) memiliki integritas keperibadian sebagai peminpin, (3) Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasahi, (4) Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, (5) Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah dan (6) Memiiki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.

Sebagai seorang Manajer KS memiliki tugas (1) menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan, (2) mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan, (3) memimpin sekolaj/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolaqh secara optimal, (4) Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif, (5) Menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik, (6) mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal, (7) mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendayagunaan secara optimal, (8) Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah, (9) Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, penempatan, dan pengembangan kapasitas peserta didik, (10) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional, (11) Mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien, (12) Mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung pencaapaian tujuan sekolah/madrasah, (13) Mengelola unit layanan khusus sekolah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah, (14) Mengelola sistem informasi sekolah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan, (15) Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah, dan (16) Melakukan monitoring, evqluqsi dan pelaporan oelksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

Kompetensi kewirausahaan yang dimiliki oleh KS mencakup (1) Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah, (2) Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai orgaisasi pembelajar yang efektif, (3) Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah, (4) Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah, dan (5) Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar peserta didik.

Sebagai Supervisor, seorang KS harus mampu (1) Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, (2) Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat, dan (3) Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru

Disamping itu seorang KS harus melengkapi dirinya dengan kompetensi social yang mencakup (1) Bekerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah, (2) Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, dan (3) Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain

Selasa, 18 November 2008

Masih Perlukah Aturan Tata Tertib Sekolah?

Kedisplinan identik dengan ketaatan, kedisiplinan identik dengan tata tertib, kedisiplinan identik dengan banyak aturan yang harus diikuti, kedisiplinan tak dapat dilepaskan dengan sanksi dan hukuman, masalah "reward" biasanya terlupakan atau bahkan dilupakan. Kita perlu melihat sisi lian selain masalah kedisplinan, bukan berarti kedisiplinan tidak penting, kedisiplinan adalah penting--tetapi kalau kita bisa menciptakan hal lain yang bisa membuat orang tertib, taat, patuh tanpa aturan, apa salahnya! perlu dicoba kan!. Kedisiplinan yang dipaksakan tentu tidak akan membawa hasil, kalau mereka mentaatinya itu hanyalah semu--kamuplase--tipuan belaka, karena ketaatan mereka masih perlu diawasi secara eksternal.

Terkait dengan masalah pendidikan di sekolah--katakanlah terkait dengan masalah siswa. Kepemimpian sekolah berfokus pada kegiatan instructional leaders “kepemimpian pembelajaran” artinya fokus manajemen sekolah adalah proses belajar mengajar. Saya sependapat dengan yang mengatakan bahwa yang perlu dibenahi adalah manajemen kelas “Classroom management” atau orang biasa menyebut pengelolaan kelas, jika manajemen kelas bagus, tak ada kesempatan untuk indisipliner. Mengapa siswa indisipliner, meraka merasa belajar adalah kewajiban, bukan kebutuhan “needs”, maka yang perlu dilakukan adalah bagaimana seorang guru bisa menciptakan kondisi dimana siswa merasakan bahwa belajar itu adalah kebutuhan; seperti halnya kalau dia lapar harus makan; kalau sedang bersantai alangkah nikmatnya jika sambil makan “camilan” atau makanan kecil. Untuk itu proses pembelajaran harus diupayakan suasananya enjoi-sehingga siswa “addiction” kecanduan kalau tidak belajar, atau dia merasakan belajar sama nikmatnya dengan membaca novel ,menonton sinetron, menonton flim dan sebagainya. Bukan sebaliknya merasakan belajar sama dengan dipenjara, sehingga kalau tidak belajar artinya sama dengan merdeka. Dengan demikian saya rasa kata disiplin sudah usang, dan perlu dibuang jauh-jauh. Sekolah yang baik adalah sekolah yang tidak banyak aturan tetapi muridnya sudah teratur, dan tentunya sekolah yang paling buruk adalah sekolah yang banyak aturan tetapi muridnya tetap tidak teratur. (RAMA, Blitar)

Minggu, 02 November 2008

Ulang Tahun

Memaknai Ulang Tahun

Paling tidak ada dua even yang umumya selalu dicatat, diingat, dikenang dan dirayakan oleh seorang anak manusia. Pertama, hari kelahiran dan kedua hari bahagia pada saat melangsungkan upacara pernikahan.

Tidak ada buruknya, sejenak kita memikirkan ulang arti hari-hari tersebut, khususnya hari kelahiran. Pesta hari kelahiran—yang biasanya disebut pesta ulang tahun atau Happy birthday atau ada yang menyebutkan milad, seringkali tidak hanya sekedar dikenang dan dirayakan bahkan sudah ”dituhankan” dalam kehidupan seorang anak manusia di dunia ini. Hari ulang tahun selalu (jika tidak boleh dibilang wajib) dirayakan—dipestakan bahkan ada yang rela mengeluarkan dana milyaran rupiah, misalnya hanya untuk sekedar merayakan pesta hari ulang tahun ke 17 ”Seventeen”.

Ibu saya, selalu menyiapkan tumpengan ngampirné neton tatkala tiba hari kelahiran anak-anaknya. Artinya mengadakan selamatan dengan mengundang tetangga—dimintai bantuan mendoakan agar anaknya diberi oleh Allah rezeki yang melimpah dan barokah, dimudahkan dalam segala urusan, diridhoi dalam perjalanan hidupnya dan dijadikan orang yang bernasib baik. Tak mau ketinggalan, para remaja pun sering merasa harus mentraktir sahabat-sahabatnya—walau hanya satu porsi bakso dan air teh panas untuk menandai bahwa hari tersebut adalah hari ulang tahunnya. Pada tataran kegiatan positif tentu tidak ada salahnya. Namun kalau sudah berlebihan sampai mengeluarkan milyaran atau bahkan merayakannya dengan kegiatan negatif, tentu suatu yang harus dihindari, di samping pemborosan juga perbuatan sia-sia dan tanpa makna.

Entahlah mereka memaknai ulang tahun seperti apa. Umur kita terus bertambah, tentu perlu disyukurinya—dengan tambahnya umur tentu telah banyak nikmat yang Allah berikan dan juga telah kita nikmati. Sangat pantaslah kalau disyukuri. Namun, di samping umur yang selalu bertambah, ingatlah usia kita berkurang satu tahun demi satu tahun, pada gilirannya sampailah pada masa dimana kontrak hidup kita dengan Allah telah habis.

Apa mereka lupa akan makna hari ulang tahun ataukah mereka terlalu senang dengan hari tersebut? apa sebenarnya yang ada di benak mereka?. Hari ulang tahun yang tak lain adalah berkurangnya kontrak hidup kita kepada Sang Khaliq dan pemilik jiwa-raga ini. Seiring dengan bertambahnya umur, kenikmatan hidup oleh Allah dikurangi tahap demi tahap. Rambut memutih—beruban, pandangan kabur, pendengaran berkurang, gigi tanggal, badan pegal-pegal, tangan—kaki kesemutan, amnesia atau pelupa dan sebagainya. Itu semuanya harus ditangkap dan dimaknai sebagai peringatan dari Sang Pencipta, bahwa kita harus segera—jika tidak boleh disebut sudah terlambat—menyiapkan bekal perjalanan yang amat panjang dan melelahkan. Orang yang menghadap Sang Pencipta tanpa bekal, laksana seorang pelaut yang berlayar tanpa membawa bekal kesulitan, kesusahan dan penderitaan selama berlayar sudah dapat dipastikan akan dijalaninya, namun kebahagiaan yang diharapkan masih belum jelas rimbanya. Kebanyakan manusia sibuk menyiapkan bekal di hari tuanya, namun dia lupa menyiapkan bekal menghadap Sang Khaliq. Padahal dia menyadari—melihat realita banyak orang yang belum sampai umur tua sudah dipanggil Sang Khaliq, bahkan kalau ditanya apakah esok kita masih bisa menghirup udara segar seperti sekarang ini. Jawabnya pasti tidak tahu. Wallohu a’lam bishowab.

Banyak orang yang sebenarnya tau dan paham makna hari tersebut, tapi karena kenikmatan dunia yang memukaunya, maka lupalah kalau sebenarnya dia hanya mampir ngombe (minum sejenak) meminjam istilah orang Jawa. Dunia ini hanya tempat transit bukan terminal akhir, artinya dunia ini bukan tujuan tetapi fasilitas atau sarana menuju yang abadi.

Pertanyaan mendasar yang kita ajukan, apakah kita sudah mempersiapkannya? Kalau sudah seberapa intensif dan seberapa banyak yang telah dipersiapkan? sebagian orang sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari, mereka tidak ingin tertinggal dengan kereta maut dan tidak ingin menyesal di kemudian hari dimana pada saat itu tidak ada lagi kesempatan untuk remidi. Harus dimaknai adanya ulang tahun menjadikan kita semakin sering diingatkan dengan kematian. Dengan adanya ulang tahun berarti Sang Khaliq masih memberi kesempatan sampai detik ini, tapi sudahkah kita memamfaatkannya?, sudahkah memberikan yang terbaik?, dan sederet oratorik yang lain.

Jikalau sendainya diberi umur panjang, tentulah harus diisi dengan hal-hal yang positif, bukan malah sebaliknya. Apalah arti umur panjang kalau tidak barokah. Apalah artinya umur panjang yang penuh dengan noda, maksiat, kejahatan dan dosa-dosa yang lain.

Ingatlah—kamu boleh melakukan apa saja, tapi kamu pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatanmu, cintailah apa saja—tapi ingatlah kamu pasti akan berpisah dengannya. Dunia ini tempat menanam bukan memetik, maka tanamlah kebajikan sebanyak mungkin, jangan sekali-kali menyakiti orang lain—rugilah hidup yang singkat ini kalau hanya untuk menyakiti orang lain.

Tergolong yang manakah kita? Jawabnya ada di benak kita masing-masing. Apakah kita termasuk yang sudah mempersiapkan untuk hidup kelak?, atau termasuk orang yang berlayar tetapi tanpa bekal?. Senyampang masih ada kesempatan, tentu semuanya terpulang kepada diri kita masing, Allah telah mengingatkan ”Apakah kamu tidak berpikir”.

Halal bi Halal

Halal bi Halal

Segala puji hanya milik Allah, Dzat Yang Maha Agung, Maha Tinggi, dan Maha Mulia. yang keagungan dan ke-muliaan-Mu tidak akan sirna, meskipun seluruh manusia Kafir dan durhaka kepada-Mu. Kepada-Nya segenap makhluk bergantung dan hanya kepada-Nya segala sesuatu akan kembali. Dialah satu-satunya Dzat yang akan meminta pertanggungjawaban manusia pada yaumul hisab, terhadap segala perbuatan manusia di dunia.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan dan teladan kita, Nabi Besar Muhammad Saw; keluarganya, para shahabatnya, serta para pengikutnya yang tetap istiqamah dan konsekuen menegakkan dan menjalankan serta mendakwahkan ajaran—Nya sampai Kiamat.

Fajar 1 Syawal telah menyingsing, menandai berakhirnya bulan penuh kemuliaan. Senyum kemenangan terukir di wajah-wajah perindu Ramadhan, sambil berharap kembali meniti Ramadhan di tahun depan.

Satu persatu kaki-kaki melangkah menuju masjid, tanah lapang untuk mendirikan sholat idhul fitri, seraya berjalan sambil menyeru nama Allah dengan takbir, tahlil dan tahmid sampai langit pun bersaksi, di hari itu segenap mata tak kuasa membendung air mata keharuan saat berlebaran.

Saudaraku yang dirahmati Allah SWT, Ramadhan berlalu sudah. Kini kaum Muslimin menggemakan takbir, tahlil dan tahmid serentak di seluruh belahan penjuru dunia sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan kekuatan untuk mendirikan ibadah di bulan Ramadhan; shaum mulai terbit fajar sampai matahari terbenam, membaca al-Quran, menghidupkan malam dengan tarawih, i’tikaf, dan berdzikir. Bulan yang membuat orang Mukmin berlinang air mata, mengingat akan kealpaan, kelalaian, dosa dan kemaksiatan diri. Bulan untuk introspeksi diri terhadap apa yang telah dilakukan. Semuanya itu ditujukan untuk taqorrub—mendekatkan diri kepada-Mu. Inilah bulan yang Allah telah berikan kesempatan kepada kita untuk berkaca dan memperbaiki diri. Inilah bulan yang Allah SWT limpahkan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya. Inilah bulan yang Allah SWT janjikan ampunan. Ampunan atas seluruh dosa kita sebelumnya, sehingga kita bagaikan manusia yang dilahirkan kembali. Subhanallah—Maha Suci Allah.

Ada getar keharuan dalam hati kita. Ramadhan yang barakah, berlimpah rahmat, dan ampunan Allah, telah meninggalkan kita. Akankah kita bertemu dengan Ramadhan berikutnya? Jujur kita menjawab Wallahu a’lam. Tidak tahu. Kita hanya dapat berharap semoha Allah mempertemukan dengan Ramadhan tahun depan. Amien.

Setelah selesai kita berpuasa sebulan pada tahun ini, marilah kita berjanji kepada diri sendiri agar segala amalan dalam bulan Ramadhan tersebut dapat kita lakukan sepanjang tahun. Kita tidak mau amalan di bulan Ramadhan itu hanya dijadikan sebagai adat yang akan dilaksanakan setahun sekali saja, bahkan sebulan Ramadhan itu sebenarnya adalah sebagai latihan untuk kita amalkan sepanjang masa. Amalan puasa bukan sekadar sebagai amalan menahan diri dari makan dan minum atau menjauhi tuntutan-tuntutan biologi semata, bahkan jauh dari itu, ia adalah suatu bentuk pendidikan untuk menyemai dan menumbuhkan kesadaran kepada Allah SWT. Kesadaran inilah yang melandasi ketakwaan dan membimbing seseorang ke arah tingkah laku yang baik dan terpuji di samping tampil sebagai seseorang yang berbudi pekerti, mulia dan menjadi teladan kepada semua.

Ramadhan telah berlalu. Ada pertanyaan penting yang perlu kita tanyakan pada diri kita. Apakah puasa kita telah berhasil? Bisakah kita disebut berhasil dan meraih kemenangan, sementara kita tidak banyak terpengaruh dengan Ramadhan tersebut. Apakah pantas kita disebut berhasil, sementara setelah Ramadhan usai kita kembali lagi seperti semula.

Idul Fitri memang hari istimewa. Secara syar’i pun dijelaskan bahwa Idul Fitri merupakan salah satu hari besar umat Islam, selain Hari Raya Idul Adha. Karenanya, agama ini membolehkan umatnya untuk mengungkapkan perasaan bahagia dan bersenang-senang pada hari itu.

Pada kesempatan yang berbahagia ini Kami meng-ucapkan ”Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 H. Minal aidin wal Fa-dzin, taqoballalohu minna wa minkum taqobbalallohu ya Karim. Mohon maaf atas segala kesalahan, kealpaan, kekhilafan, dosa baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, baik yang dhohir maupun yang sirri”. Pada hari yang fitri ini bukakanlah pintu maaf yang selebar-lebarnya untuk kami.

Marilah di hari kemenangan ini kita gunakan untuk instrospeksi diri, untuk refleksi dan merenungkan atas segala hal yang telah kita perbuat selama ini, dan ke depan kita berharap segalanya akan menjadi lebih baik. Inilah momentum yang penting untuk selalu meningkatkan ibadah dan amalan sholih kita, janganlah kita terjebak kepada rutinitas yang bersifat seremonial tanpa makna. Inilah momentum penting untuk kita selalu meningkatkan loyalitas, dedikasi dan kepedulian kepada tugas-tugas kita, tempat kerja kita, anak didik kita dan kepada semuanya. Marilah kita komitmen menjaga kondisi yang fitri ini selama setahun ke depan atau bahkan selamanya. Kini tidak ada lagi ganjalan dengan teman, sahabat, kolega, baik secara fisik maupun psikis, karena kita sudah meng-ikhlaskan saling memaafkan. Untuk itu, mari kita jaga agar kondisi fitri ini tidak ternoda dengan dosa-dosa baru. Tentu kita sangat berharap, bahwa antara kita tidak hanya berteman karena sering ketemu di tempat kerja, tetapi lebih dari itu kita bersahabat bahkan bersaudara secara lahir dan batin—artinya kalau teman kita sakit kita juga merasakan sakit—kalau teman kita bahagia kita juga ikut merasakan kebahagian itu. Sehingga tidak ada tempat atau ruang di antara kita untuk berprasangka buruk—suudhon—berpikiran negatif kepada teman kita.

Itulah yang dapat saya sampaikan, ada kurangnya mohon dimaaftan, dan saya ingatkan, Mari setelah idhul fitri ini, kita awali semuanya dengan awal yang baik—dan semoga selama proses juga baik serta khusnul khotimah—artinya berakhir dengan kebaikan pula.

Saya akhiri dengan ucapan Alhamdulillah, Hadanallohu wa iyakum ajmain, wal ’afu minkum. Walasamu alaikum w.w.

Idhul Fitri

SALING MEMAAFKAN DI IDUL FITRI

Lebaran akan segera tiba, kesibukan di sana-sini mulai kentara. Lebaran sudah menjadi tradisi dan budaya di negeri ini. Tak tahu pasti, sejak kapan tradisi dan budaya itu berlangsung. Yang jelas, lebaran sudah menjadi bagian dari dinamika kehidupan masyarakat, lengkap dengan segala romantisme dan asesorisnya, khususnya di kalangan umat Islam. Ada sebagian masyarakat berkeyakinan bahwa istilah tersebut berasal dari bahasa Jawa; dari kata dasar “lebar” yang artinya selesai. Kata lebar, kemudian mendapatkan akhiran -an untuk menandai adanya sebuah aktivitas budaya.

Aktivitas budaya ini dihiasi saling memaafkan dan mengucapkan kata maaf. Memaafkan dan mengucapkan kata maaf adalah hal yang mudah. Namun tidak semua orang dapat mengucapkannya dengan ringan dan ikhlas. Apalagi yang susah dilakukan adalah menerima kesalahan orang lain yang melukai hati kita dan lebih-lebih mengakui kesalahan sendiri.

Sebenarnya lebih penting dari itu semua, bukan bagaimana kita berani meminta maaf dan atau dengan iklhas memaafkannya, tetapi bagaimana agar kesalahan, kekhilafan atau dosa serupa tidak terulang di masa mendatang. Apalah artinya kata maaf yang kita ucapkan di hari yang fitri ini, kalu esok hari atau di hari yang lain hal serupa kita ulangi lagi. Katanya orang taubatan nashuha itu penting sekali bukan hanya kapok lombok, artinya hanya jera sesaat setelah itu diulangi lagi.

Dari sisi spiritual, lebaran sebenarnya mengandung dua kekuatan komunikasi. Pertama, komunikasi secara vertikal sebagai bentuk kepasrahan dan penyerahan diri secara total kepada Sang Pencipta melalui laku ibadah puasa sebulan lamanya. Kedua, komunikasi secara horizontal sebagai wujud pernyataan sikap sosial dan kemanusiaan terhadap sesamanya. Tak berlebihan jika banyak orang yang rela bersusah-payah melakukan mudik dengan menempuh perjalanan yang jauh dan merepotkan. Ada semacam “kewajiban moral” bagi pemudik untuk bertemu dengan orang tua dan sanak-saudaranya di kampung setelah hampir setahun lamanya mereka tak bisa bertemu dan bersilaturahmi dalam suasana lebaran yang khas.

Sembah sungkem, bersalaman baik secara langsung maupun lewat sms kepada kerabat dan teman. lalu hari ini, berharap semua kesalahan bisa termaafkan dan memaafkan..hmm sekali lagi, bukan hal yang mudah rupanya. tidak hanya dengan sekali salaman lalu semuanya bisa hilang bukan? tidak hanya dengan sekali maaf lalu semuanya bisa terburai begitu saja. diperlukan kerelaan diri, diperlukan hati yang terbuka untuk menerima dan mengakui.

moment idul fitri ini dipergunakan untuk kembali introspeksi diri. saya bertanya pada diri sendiri, taburan apa yang sudah saya persembahkan pada orang lain. berharap taburan yang membuat bunga mekar telah disebarkan. lalu berharap diri bisa menerima bahwa tak setiap benih yang ditebar dapat mekar seperti yang diinginkan. lalu berharap semoga selalu diberi kerendahan hati untuk menoleh dan menyadari segala kelemahan dan kekurangsempurnaan diri.

ya rabb...maafkan daku yang tidak sempurna ini....

taqobbalallohu minna wa minkum taqobbalallohu yaa kariim. Minal aidina wal fa-izin.

Semoga kita semua tergolong mereka yang kembali ke fitrah dan berhasil dalam latihan menahan diri. Amien

Selamat Datang Ramadhan

MARHABAN YA RAMADHAN

Marhaban wahai Ramadhan. Engkau bulan yang senantiasa dinanti oleh orang beriman. Bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil.

ALHAMDULILLAH, insya Allah besuk pada tanggal 1 September 2008 seluruh umat Islam di belahan bumi mana saja kembali akan menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1429 Hijriah dan kita patut bersyukur dengan mengucapkan Alhamdulillah karena kita masih bisa bertemu kembali dengan bulan Ramadhan yang penuh dengan kasih sayang dan ampunan dari Allah SWT. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya telah datang kepadamu bulan Ramadan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan atas kamu berpuasa padanya." (HR Ahmad).

Puasa sebenarnya mempunyai makna yang jauh lebih luas daripada sekedar menahan lapar dan dahaga. Ketika kita mempunyai keinginan memiliki sesuatu, kemudian kita berpikir untuk menangguhkan atau bahkan membatalkan keinginan tersebut dengan pertimbangan bahwa keinginan kita akan lebih cenderung mambawa kemadharatan daripada kemanfaatan terhadap kepentingan ummat, maka sesungguhnya kita telah berpuasa.

Kita patut bangga menyaksikan semangat beribadah yang timbul saat bulan Ramadhan tiba, namun dalam kebanggaan tersebut kita lebih patut lagi bersedih karena fenomena yang ada adalah seakan-akan masyarakat kita menyembah Ramadhan dan bukan menyembah Tuhannya Ramadhan, kalau memang kita menyembah Tuhannya Ramadhan maka tidak sepatutnyalah kita bermalas-malasan beribadah di luar bulan Ramadhan tersebut.

Ramadhan adalah sebuah kata yang terbentuk dari lima huruf, dan setiap hurufnya memiliki makna tertentu yaitu “Ra”: rahmat (rahmat Allah), “Mim”: maghfirah (ampunan Allah), “Dhod”: Dhommanun li al jannah (jaminan untuk menggapai surga), “Alif”: Amaanun min an nar (terhindar dari neraka) “Nun”: Nurullahi al Azizi al Hakim al Ghofuuri ar Rahiim (cahaya dari Allah swt yang maha kuasa dan bijaksana, maha pengampun dan pengasih).

Saat kita telaah makna yang terkandung dalam kata ramadhan tersebut kita akan semakin meyakini bahwa datangnya bulan Ramadhan adalah membawa sebuah keberkahan dari Allah SWT untuk kita sebagai hamba-Nya. Hal ini sesuai sabda Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya, Artinya : dari Abi Hurairoh RA, bahwasanya nabi Muhammad SAW berkata saat Ramadhan telah tiba: telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, pada bulan tersebut engkau diwajibkan berpuasa dan dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka dan syaithan-syaithan di belenggu, dalam bulan tersebut ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barang siapa yang tidak mampu mendapatkan kebaikan bulan ramadhan tersebut maka haramlah baginya surga. Riwayat Ahmad, an Nasa'i, dan Baihaqi.

Sebagai umat muslim memang sepatutnya sukses baik dunia dan akhirat. Akan tetapi, menuju tangga kesuksesan tidaklah mudah. Sukses tidak seperti yang tertulis tidak pula seperti membalikan telapak tangan. Menurut Syaikh Adnan Ath-tharsyah dalam bukunya Menjadi Pria Suskes dan Dicintai menjelaskan bahwa kesusesan tidak akan datang dengan sendirinya dan tidak mungkin dapat dicapai tanpa ada usaha, harapan, angan, kata-kata, duduk dan kemalasan tidak akan pernah memberikan manfaat sama sekali bagi kesuksesan.

Kesuksesan lanjutnya, untuk meraih kesuksesan memerlukan kemauan keras dan kuat serta tawakkal kepada Allah Swt. Pandangan syaikh tersebut sudah ada dalam firman Allah “kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepda Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (Ali imran : 159).

Ramadhan tangga menuju sukses? mengapa tidak. Jawaban kesuksesan meraih harapan seorang muslim ada pada ramadhan (puasa). Di bulan ramadhan doa akan dikabulkan oleh Allah swt karena merupakan momen paling afdal untuk bemunajat. Dengan ramadhan, seorang muslim belajar untuk bersabar, menahan amarah, dan perbuatan yang haram. Ini pula yang merupakan syarat menuju sukses yakni membutuhkan kesabaran. Selain itu, sukses bermula di bulan ramadhan yaitu seorang muslim diajarkan belajar berbagi dan berempati yang tentunya manjalin silaturahim antar sesama (hablumminannash) hal tersebut diatas adalah beberapa rahasia kesuksesan yang adalah dalam bulan suci ini.

Agaknya terlalu banyak nikmat yang terkandung di bulan ramadhan sehingga manusia seakan tak mampu untuk menghitungnya karena terlalu banyak nikmat yang Allah berikan dalam bulanNya.

Kesuksesan ada pada sorang muslim yang bertawakkal. Kesuksesan ada di dalam Ramadhan (puasa). Wallahu a’lam (Ditulis ketika menjelang Ramadhan 1429 H)