Jumat, 29 Mei 2009

SAMBUTAN PERPISAHAN
DENGAN SISWA KELAS XII SMA NEGERI 1 SUTOJAYAN MEI 2009

Memang akan terasa berat jika kita harus melepaskan orang yang begitu dekat dengan kita. Perpisahan memang selalu menyedihkan. Tapi bagaimanapun, suatu saat nanti kita pasti akan berpisah, bahkan dengan orang yang paling kita senangi di dunia ini sekalipun. Masa-masa SMA merupakan masa yang indah, masa penuh dengan dinamika dan kenangan. Masa, mulai pencarian jati diri, mulai melirik-lirik lawan jenis, mulai mencoba memberontak, mulai mencoba jadi sang hero bagi kekasihnya, masa dimulainya kejahilan-kejahilan yang kadang mengakibatkan kerusakan yang fatal bagi diri sendiri.
Namun, masa-masa yang indah ini tidak berlangsung lama, hanya tiga tahun. Ketika saat-saat terakhir usai ujian nasional, maka mulailah saat-saat perpi-sahan tinggal menunggu hitungan hari, dan masa itu kini telah tiba.

Mungkin atau pasti, selalu ada kenangan tersendiri ketika Anda lewat atau sekedar iseng memandang pintu gerbang sekolah tercinta ini. Sebuah pintu gerbang yang dulu rutin setiap hari Anda sambangi. Ketika Anda masih berseragam putih abu-abu, pramuka atau hijau seragam ciri khas kita, di hampir tiga tahun yang telah lalu. Ketika setiap pagi, Anda berjalan kaki, menuntun sepeda untuk menimba ilmu di sini, hingga akhir-akhirnya Anda naik BMW (Bebek Merah Warnanya), alias sepeda motor bebek milik ayah. Melewati Satpam yang rajin menginspeksi siswa yang berambut menutupi telinga, bersepatu non-hitam, siswi yang panjang roknya di atas lutut, siswa/i yang mewarnai rambutnya, atau sekedar ‘menegur’ yang tak memasukkan bajunya, tak berikat pinggang, tak berkaos kaki, sampai tak lengkapnya emblem yang melekat di seragam, bahkan selalu mengingatkan: ”lepas jaketnya”.

Sekarang atau besuk atau lusa akan menjadi sebuah kenangan yang teramat berkesan dan terasa begitu indahnya. Namun ketika dulu Anda mengalaminya, sungguh serasa penderitaan tiada batas, hingga kelulusan serasa menjadi sebuah gerbang kebebasan dari sebuah penderitaan dahsyat di sekolah ini.
Namun Anda sadar kini, semua itu ternyata telah menjadi sebuah pelajaran penting tersendiri yang tak diajarkan di dalam kelas. Yang menurut Anda, ini justru yang jauh lebih krusial. Mengajarkan kami arti sebuah hidup dalam disiplin, ketekunan, kejujuran, bertang-gungjawab, solidaritas dan juga saling memahami.

Sunatulloh, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Rasanya masih belum lama kita berkumpul namun saatnya berpisah harus tiba, artinya inilah saatnya menentukan kalian harus berpisah dengan teman-teman, guru kalian, dan orang-orang yang Anada cintai di sekolah ini.
Tidaklah tepat kalau dikatakan perpisahan, mungkin esok berpisah tapi minggu depan kalian masih harus ke sekolah lagi  ijazah
Keluarga besar SMA ini selalu berdoa dan berharap, kalian sukses dalam menempun UN kemarin.
Ucapan terima kasih kepada para bapak/ibu guru yang telah mendidik para siswa dengan baik
Bagi Kalian yang nanti setelah melihat pengumuman dinyatakan berhasil atau lulus, bergembira boleh, tapi jangan melebihi batas, anda bersyukur harus, tapi ingat ini masih merupakan tahap awal, perjuangan kalian untuk eksis menghadapi dunia nyata yang masih panjang, ibarat matahari, kalian masih matahari di waktu pagi
Pesan saya: amalkan ilmumu, hadapi kehidupan ini dengan tegar, yang melan-jutkan saya berdoa semoga anda mempe-roleh PT yang sesuai, demikian juga yang ingin bekerja.
Jangan melupakan SMA Sutojayan, ini almamatermu yang telah ikut membekali kamu menghadapi kehidupan ini.
Ucapan minta maaf apabila bapak/ibu ada kesalahan kepada kalian semuanya.
Pesan Saya!
Banyak orang iri melihat orang lain sukses, namun ia tidak pernah melihat bagaimana persiapan menuju suskes tersebut dilakukan.
Ubahlah cara berfikirmu, agar segera mengubah kehidupanmu.
Bagi anak-anak yang nanti ternyata belum berhasil; ini bukan suatu kehancuran, kiamat, atau akhir dari segalanya, ingat ini hanya proses menuju sukses, mungkin ini pilihan terbaik dari Tuhan untuk anda, terimalah. Hampir tidak pernah ada kesuksesan yang diraih tanpa didahului kegagalan. Tataplah kehidupan ini dengan gagah berani. “ada orang yang selalu mengeluh karena tidak memiliki sepatu yang bagus, sampai suatu hari ia tersadar karena melihat orang yang tidak memiliki kaki. Apa yang terjadi saat ini adalah yang terbaik bagi kita. Ini harus diyakini, dan keyakinan inilah pada saatnya mengantarkan kalian menjadi orang sukses
Ingat kita belajar bukan untuk sekolah atau sekedar meraih ijazah, tapi utk sebuah kehidupan. Pil pahit jangan terus dimuntahkan, siapa tau ikut obat bagi kehidupan kita.
Selamat jalan semoga keberhasilan selalu menyertai anak-anakku..
Kesuksesan itu berawal dari kemauan dan kesungguhan hati. Ilmu yang tidak diamalkan adalah omong kosong, seperti halnya pekerjaan yang tidak pernah diselesaikan. Jangan mengharap yang besar jika yang kecil anda abaikan. Ingat!! banyak orang yang merisaukan masa depan, dari pada mempersiapkannya”
Bagi anak-anaku yang akan terjun ke dunia kerja “menyikat sepatu, mencuci, memungut sampah, menyapu lantai atau halaman adalah sama mulianya seperti presiden”
Bagi anak-anakku yang menempuh studi lanjut, semoga kalian memperoleh PT sesuai dengan harapan kalian.
Semoga ilmu yang anda peroleh ilmu yang bermanfaat, barokah di dunia dan akhirat.
Budiono Smaneja

Rabu, 13 Mei 2009

Sepiring Nasi Penuh Hikmah

Pada hari itu, Fani dinasehati ibunya, karena sangat emosional, Fani pergi meninggalkan rumah, mengikuti hati yang emosi, tak terasa langkah kakinya telah jauh meninggalkan rumah kampung halamannya, padahal ia tak membawa apa pun.

Entah ini telah sampai daerah mana ia tidak tau. Yang jelas, telah jauh dari tempat tinggalnya. Haus—dahaga mulai terasa, lapar mulai menggelitik perutnya yang buncit. Namun ia tetap melangkahkan kakinya satu langkah demi satu langkah walaupun terasa beratnya, perjalanan mulai membosankan dan melelahkan, berhentilah di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa bekal apapun, apalagi membawa uang. Kelelahan mulai terasa, ingin rasanya istirahat walau sejenak. Akhirnya ia berhenti sejenak di dekat rumah makan, ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan sepiring nasi, tetapi ia tidak mempunyai uang. Ia tidak mungkin akan meminta-minta, mulutnya yang mungil tak kuasa untuk mengatakan ”minta sepiring nasi”, tak mungkin itu ia lakukan.

Pemilik Rumah Makan melihat Fani berdiri cukup lama di depan etalasenya, lalau bertanya, “Nona, apakah kau ingin sepiring nasi?” “Tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab Fani dengan malu-malu.

“Tidak apa-apa, aku akan memberimu sepiring nasi,” jawab pemilik Rumah Makan. “Silahkan duduk, aku akan menghidangkannya untukmu.”

Tidak lama kemudian, pemilik Rumah Makan itu mengantarkan sepiring nasi dengan lauk pauknya. Fani segera makan dengan nikmatnya dan kemudian air matanya mulai berlinang. “Ada apa Nona?” tanya pemilik Rumah Ma-kan.

“Tidak apa-apa. Aku hanya terharu,” jawab Fani sambil mengeringkan air matanya.

“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberiku sepiring nasi! Tapi,…. Ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah.

Bapak seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku diban-dingkan dengan ibu kandungku sendiri,” katanya kepada si pemilik Rumah Makan.

Pemilik Rumah Makan itu setelah mendengar perkataan Fani, menarik napas panjang, dan berkata, “Nona, mengapa kau berpikir seperti itu?.

Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu sepiring nasi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak makanan untukmu saat kau masih kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.”

Fani terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk sepiring nasi dari orang yang baru kukenal aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang telah memasak makanan untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihakan kepe-dulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.”

Fani menghabiskan nasinya dengan cepat. Lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Sambil berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkannya kepada ibunya. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengatakan, “Ibu,maafkan aku, aku tahu bahwa aku bersalah.”

Begitu sampai di depan pintu, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas, karena telah mencarinya ke semua tempat. Ketika ibunya melihat Fani, kalimat pertama yang keluar dari mulut ibunya, “Fani, cepat masuk, ibu telah menyiapkan makan malam untukmu dan makanan itu akan menjadi dingin jika kau tidak segera mamakannya.”

Fani sangat terharu melihat kasih ibunya yang begitu besar kepadanya, ia tidak dapat menahan air matanya dan ia menangis di hadapan ibunya.

Sekali waktu, mungkin kita akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikannya kepada kita. Tetapi, kepada orang yang sangat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, pernahkah kita berpikir untuk berterima kasih kepada mereka yang telah merawat, membesarkan, mendidik dan melimpahkan kasih sayangnya kepada kita???