Selasa, 30 Desember 2008

Penyusunan KTSP


“terkunci Matinya” Hati

“terkunci Matinya” Hati


Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. (QS: 2: 6-7).

Cintailah apa saja yang ada di dunia ini, tapi ingat kamu pasti akan berpisah dengannya. Berbuatlah sekehendak hatimu ingatlah setiap perbuatan pasti harus dipertanggungjawabkan kepada Sang Maha Adil.

Banyak orang tertawa tanpa menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan sang kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin bagaikan mesin agama. Dingin, kering, hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri. Agama hanya di bibir; hanya menjadi omongan dan bukan diwujudkan dalam realitas hidup.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan malam yang dihiasi rintih istighfar, kecupak air wudlu di dinginnya malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang. Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa.

Abu Bakar Asshiddiq Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya Allah, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidak tahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada pekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal banyak dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal.

Mereka telah menukar kerja dengan kata. Dimana kau letakkan dirimu? Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa. Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat maksiat menggodamu dan engkau menk’matinya? Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaat pun kau kerjakan.

Usia berkurang banyak tanpa diikuti jenjang kedewasaan ruhani yang meninggi. Rasa malu kepada Allah, dimana kau kubur dia? Di luar sana rasa malu tak punya harga lagi. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1.500 responden usia SMP—SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separuhnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan.

Mungkin engkau mulai berfikir: Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kau perlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh. Betapa jamaknya dosa kecil itu dalam hatimu. Kemana getaran gelisah dan terluka hatimu.

Jika Allah melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apakah tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat?" Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama di tempat suci, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada Allah disana?

Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga di depan ribuan massa. Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki.

Siapa yang mau menghormati "kyai" yang membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia kencani di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, Allah waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah? Siapa yang akan memandang seorang dai berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua?"

Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama? Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas dakwahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir?

Bila demikian, orang macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa westernnya. Saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku". Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri atau tidak. (diedit dari K.H. Rahmat 'Abdullah)